28Desember 2020 Description: Kali ini, Kancil yang cerdik harus menyelesaikan pertikaian antara Ular dan Kerbau. Menurut cerita Kerbau, sang ular tidak tau berterimakasih karena ia telah menolongnya. Dan setelah itu, ulah malah ingin memangsanya. Sedangkan menurut Ular, hal itu wajar saja, karena kerbau memanglah mangsanya.
Ayampun pergi ke sungai. Sesampainya di sungai, tiba-tiba Buaya muncul dari dalam sungai dan hendak menerkam Ayam. "Beruntung kau datang, Ayam. Sudah seminggu aku tak makan, perutku sangat lapar," ucap Buaya dengan ganas. "Jangan makan aku, saudaraku. Aku hanya ingin mengambil air." rengek Ayam. Mendengar rengekan Ayam, Buaya terdiam.
Kejadianini bermula dari laporan warga Situ Bungur, Pondok Ranji, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang menangkap ular kobra sepanjang 2 meter. Doni lantas dihubungi warga untuk mengevakuasi ular tersebut. Ular itu dalam kondisi mulut yang tertutup lakban. Saat Doni membuka lakban, saat itulah doni dipatuk hewan berbisa tersebut.
Keesokanharinya, Buaya Tembaga diantar oleh seluruh Ikan-ikan menuju sang Ular. Pada saat sampai ditempat tujuan, Buaya Tembaga mulai waspada. Ia semakin mendekat pada Ular tersebut. ternyata, Ular sudah memperhatikannya dan menjulurkan kepalanya. Dalam sekejap sang Ular pun langsung melilit tubuh Buaya Tembaga dengan sekuat tenaga. Namun, Buaya Tembaga tenang dan mengumpulkan tenaganya untuk membalas serangan sang Ular.
Selaindengan buaya, kisah pernikahan aneh apa lagi yang terjadi di belahan dunia lainnya? Berikut ulasannya: 1. Wanita Menikah dengan Ular Seorang wanita di India jatuh cinta dengan seekor ular.
opXa0Bg. Betsi P. Urlialy, Desa Haruku adalah desa yang tenteram dan damai. Masyarakatnya hidup berdampingan dengan damai. Jika salah satu orang tertimpa musibah, anggota masyarakat yang lain langsung menolongnya. Desa Haruku juga memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah. Hasil hutannya sangat kaya. Begitu pula hasil lautnya. Mata pencarian masyarakat Desa Haruku ialah berkebun dan bertani. Biasanya mereka membuka lahan perkebunan di dalam hutan. Tanaman-tanaman yang mereka tanam berupa umbi-umbian, sayur-mayur, dan buah-buahan. Hasil dari berkebun mereka bawa ke Kota Ambon untuk dijual di sana. Hari itu Dominggus akan pergi ke kebun untuk memanen buah durian. Namun, beberapa hari sebelumnya, ayah dan pamannya sudah pergi untuk memanen durian. Mereka sempat mengajaknya, tetapi melihat istrinya yang sedang sakit, Dominggus mengurungkan niatnya. Pada pagi hari itu, setelah melihat keadaan istrinya mulai pulih, dia memberanikan diri untuk meminta izin kepada istrinya. “Istriku, saya mau pergi memanen durian di kebun. Mungkin setelah tiga hari barulah saya pulang. Jangan lupa minum obatmu,” kata Dominggus mengingatkan istrinya yang sedang sakit. “Baiklah. Berhati-hatilah! Semoga perjalananmu lancar. Saya akan mempersiapkan bekalmu. Tunggulah sebentar! Akan kuuntai ijuk menjadi cincin agar dapat kau hadiahkan kepada Buaya Learissa Kayeli,” kata Marice kepada suaminya. Ada rasa khawatir dan sedih dalam hatinya. Namun, dia harus melepaskan suaminya karena pada musim durian, masyarakat akan mendapat banyak keuntungan dari penjualan durian. Uang yang diperoleh dapat digunakan untuk biaya hidup sehari-hari. “Selamat pagi, Marice, bagaimana keadaanmu? Saya bawakan nasi kuning untuk sarapanmu.” Terdengar suara dari balik pintu. Mendengar suara itu, Dominggus keluar. “Oh, tante Konstanta. Mari, silakan masuk!” sambut Dominggus. Setelah mempersilakan Tante Konstanta masuk, mereka bertiga bercakap-cakap sebentar. Melihat Dominggus yang sedang bersiap-siap meninggalkan rumah, tante Konstanta menawarkan diri untuk menjaga Marice. “Kamu mau meninggalkan istrimu sendirian di rumah? Lebih baik dia tinggal bersama kami sampai kamu kembali. Toh rumah kami tidak terlalu jauh dari rumahmu. Kami khawatir terjadi apa-apa jika istrimu tinggal sendirian,” usul tante Konstanta. Dominggus berkata, “Tidak usah tante. Sepertinya Marice akan baik-baik saja di rumah.” “Janganlah kamu merasa sungkan. Kita ini kan bertetangga, sudah seperti saudara. Jika ada yang membutuhkan pertolongan, kita harus saling membantu. Pergilah bekerja dengan giat agar mendapatkan hasil yang banyak,” ucap tante Konstanta. Mendengar ucapan tante Konstanta, Dominggus merasa tenang meninggalkan istrinya. Setelah mereka makan nasi kuning yang dibawa oleh tante Konstanta, Dominggus berpamitan kepada istrinya dan tante Konstanta. Kebun Dominggus dan warga Desa Haruku berada di tengah hutan. Hutan tersebut berbeda daratan dengan Desa Haruku. Untuk dapat sampai di hutan tersebut, masyarakat Desa Haruku harus menyeberangi sebuah sungai yang bernama Learissa Kayeli. Di Sungai Learissa Kayeli, hidup seekor buaya betina. Oleh penduduk Haruku, buaya tersebut dijuluki Raja Learissa Kayeli. Buaya itu memiliki bentuk tubuh yang tidak sama dengan bentuk buaya pada umumnya. Kulitnya putih halus dan tidak bersisik. Buaya Learissa Kayeli juga tidak memiliki taring yang panjang sehingga kesan garang yang terdapat pada buaya-buaya pada umumnya tidak tergambarkan dari bentuk fisik Buaya Learissa Kayeli. Selain itu, buaya itu sangat akrab dengan masyarakat di Desa Haruku. Buaya itu sering menolong mereka menyeberangi sungai untuk pergi berkebun. Ketika Dominggus sampai di tepi sungai, air sedang pasang. Dia melihat Martinus sepupunya sedang berdiri menunggunya. “Maaf, sudah lamakah menunggu? Tadi saya makan dulu baru ke sini,” ucap Dominggus. “Tidak apa-apa. Saya juga baru sampai. Buaya Learissa Kayeli juga masih di seberang sungai. Nah, itu dia baru menuju kemari,” jawab Martinus sambil menunjuk ke arah sang buaya. “Ini, saya bawakan cincin untuk hadiah kepada sang buaya. Semoga dia menyukainya,” jawab Dominggus sambil menunjukkan sebuah cincin ijuk. Beberapa saat kemudian, sang buaya akhirnya sampai di tepi sungai. “Wahai buaya yang baik hati, sudikah engkau mengantarkan saya dan saudara saya ini menyeberangi sungai? Kami hendak memanen buah durian,” tanya Dominggus kepada Buaya Learissa Kayeli. Dengan raut wajah berseri-seri sang buaya menjawab, “Wahai Saudaraku, naiklah ke punggungku ini. Akan saya antarkan kalian berdua ke seberang sungai.” Mendengar perkataan sang buaya, tanpa ragu keduanya naik ke atas punggung Buaya Learissa Kayeli. Setelah sampai di seberang, Dominggus dan Martinus berterima kasih kepada Buaya Learissa Kayeli. “Terima kasih, wahai buaya yang baik hati. Jasamu ini akan selalu kami kenang. Ini cincin yang dibuatkan istriku untukmu. Semoga kamu menyukainya,” ucap Dominggus, sambil memasangkan cincin tersebut pada jari sang buaya. “Tak usah merasa sungkan, Saudaraku. Semoga hasil panenmu berlimpah ruah. Terima kasih atas pemberianmu ini.” Sambil menjawab perkataan Domiggus, Buaya Learissa Kayeli kembali berenang ke seberang sungai untuk mengantar penduduk lainnya yang hendak menyeberang. Dominggus dan Martinus kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke dalam hutan untuk memanen buah durian. Hari masih pagi, tetapi air laut di Tanjung Sial telah berubah warnanya menjadi merah. Air laut yang berubah warnanya itu adalah tanda bahwa sebuah pertempuran sengit baru saja terjadi. Sesosok mayat buaya terapung di atas air dengan keadaan yang sangat mengenaskan. Dari atas ranting pohon di tepi laut terdengar suara yang menggelegar. Suara yang jika didengar oleh orang atau hewan yang bernyali kecil akan membuat mereka berlari tunggang-langgang karena ketakutan. Suara itu berasal dari seekor ular bertampang sangar. Badannya besar. Taringnya menjulur ke luar mulut. Otot-otot badannya terlihat jelas pada kulitnya. “Siapa lagi yang berani melawanku? Ini wilayahku! Siapa pun yang berani melewatinya akan kubinasakan. Jangankan satu, sepuluh pun akan kutantang. Akulah sang raja ular, penguasa Tanjung Sial!” teriak si ular menantang siapa saja yang mencoba melewati wilayah kekuasaannya. Mendengar teriakan si ular besar, para buaya dan burung-burung lari bersembunyi menyelamatkan diri. “Bagaimana ini, Ketua? Buaya yang berasal dari Pulau Buru sudah dikalahkan oleh si ular besar. Padahal, dialah satu-satunya harapan kita untuk mengalahkan ular besar yang sombong itu,” ucap salah satu buaya kepada ketua buaya. “Ternyata si ular besar benar-benar memiliki kesaktian yang luar biasa. Kita harus mencari cara untuk mengalahkannya agar kehidupan kita menjadi aman dan damai. Adakah yang dapat memberi masukan untuk memecahkan persoalan kita?” jawab sang ketua buaya. Ketua buaya merasa putus asa dengan keadaan yang menimpanya dan sahabat-sahabatnya sesama buaya. Mereka harus segera menyingkirkan si ular besar karena beberapa minggu kemudian musim barat akan segera tiba. Artinya, angin akan berembus kencang sehingga menimbulkan gelombang yang besar. Jika musim barat tiba, para buaya akan kesulitan mencari makanan di tengah laut. Wilayah yang memungkinkan para buaya Pulau Seram memperoleh ikan hanyalah tepi pantai, yang saat ini telah menjadi sarang si ular besar. Setelah terdiam beberapa saat, seekor burung Elang akhirnya bersuara. “Beberapa teman yang terbang melewati Pulau Haruku sering melihat seekor buaya betina yang selalu menolong masyarakat Desa Haruku. Buaya itu biasa dipanggil Raja Learissa Kayeli.” “Bagaimana mungkin seekor buaya dapat hidup berdampingan dengan manusia?” jawab seekor buaya yang ada di situ dengan nada tidak percaya. Burung pun menjawab, “Saya tak tahu mengapa buaya itu bisa hidup di sana. Namun, menurut cerita yang saya ketahui, buaya itu memiliki hati yang baik karena suka menolong masyarakat di sana.” “Tadi kamu mengatakan bahwa buaya itu adalah buaya betina. Apakah kamu dapat menjamin bahwa buaya betina itu tidak akan mati sia-sia di tangan si raja ular?” tanya sang ketua buaya. “Saya tidak dapat menjamin apakah buaya betina itu mampu mengalahkan sang raja ular. Sebaiknya dicoba dahulu, mengingat kesaktiannya mampu tinggal berdampingan dengan manusia,” jawab burung Elang meyakinkan pendapatnya. Mendengar jawaban itu, ketua buaya Pulau Seram akhirnya menyetujui usulan burung elang. “Baiklah Saudara-Saudara sekalian, saya sendiri yang akan pergi ke Haruku menjemput Buaya Raja Learissa Kayeli. Besok pagi saya akan melakukan perjalanan menuju Haruku. Doakan saya agar mampu membujuk Buaya Raja Learissa Kayeli untuk datang ke Pulau Seram dan membantu kita melawan si ular besar.” Mendengar jawaban ketua buaya, seluruh ruangan persembunyian menjadi bergemuruh dengan sorak-sorai seluruh penghuni Pulau Seram. Matahari hampir terbenam ketika mereka sampai di Pulau Seram. Kedatangan Buaya Learissa Kayeli disambut gembira oleh buaya-buaya di Pulau Seram. Ketika sampai, Buaya Learissa Kayeli langsung mengadakan pertemuan dengan buaya-buaya yang ada di Pulau Seram untuk membahas strategi perang melawan ular besar. Setelah beristirahat sejenak, Buaya Learissa Kayeli diantar oleh ketua buaya Pulau Seram dan satu temannya untuk menemui ular besar. Ketika itu air laut sedang pasang. Buaya Learissa Kayeli langsung menegur si ular besar yang sedang tidur di atas pohon. “Hai Ular Besar, turunlah engkau dari peraduanmu. Saya datang untuk menantangmu,” ucap Buaya Learissa Kayeli kepada si ular besar. Dengan wajah merah padam karena kesal tidur siangnya diganggu, si ular menjawab, “Ha, ha, ha. Kau sudah bosan hidup rupanya! Tak tahukah kau siapa yang kau tantang? Saya raja ular di muka bumi ini. Lawan maupun kawan kuhabisi!” “Janganlah kau bertinggi hati, lebih baik kau tinggalkan negeri ini! Tak sadarkah kau telah mengusik ketenteraman di sini?” kata Buaya Learissa Kayeli. “Ha, ha, ha. Para buaya itu hanyalah kumpulan hewan-hewan yang lemah dan bodoh. Tak pantas mereka menghuni daerah ini. Lebih baik saya mati daripada harus meninggalkan negeri ini!” jawab si ular besar. “Mari kita buktikan saja siapa yang akan menang dalam pertempuran hidup dan mati ini!” tantang sang Buaya Learissa Kayeli. Pertempuran sengit pun tak terkendali. Ular besar menyerang terlebih dahulu. Dia membungkukkan badannya lalu menyerang Buaya Learissa Kayeli. Namun, Buaya Learissa Kayeli dengan lincah memundurkan badannya sehingga gigitan ular tidak mengenainya. Ketika ular dalam keadaan lengah, Buaya Learissa Kayeli menggigit badan si ular. Namun, si ular mampu melilit badan Buaya Learissa Kayeli hingga Buaya Learissa Kayeli akhirnya melepaskan gigitannya itu. Bau anyir darah menyeruak di tepi laut. Ketua buaya Pulau Seram dan temannya dengan cemas menyaksikan pertempuran itu. Mereka berharap Buaya Learissa Kayeli mampu mengalahkan ular besar sehingga mereka dapat kembali hidup dengan aman dan bahagia. Tak henti-hentinya mereka memanjatkan doa kepada Sang Kuasa agar selalu melindungi Buaya Learissa Kayeli dalam pertempuran itu. Tak terasa pertarungan antara Buaya Learissa Kayeli dan ular besar telah berlangsung selama tiga hari. Keduanya tampak lelah. Bekas gigitan di badan Buaya Learissa Kayeli dan ular besar tak terhitung lagi. Namun, mereka masing-masing tetap bertekad untuk memenangkan pertempuran itu. “Hai buaya, lebih baik kau menyerah dan pulang ke kampungmu! Saya akan mengampunimu dan membiarkanmu hidup,” teriak si ular besar berusaha mengintimidasi Buaya Learissa Kayeli. “Aku takkan pergi sebelum menyaksikan kematianmu! Dasar ular keras kepala!” jawab Buaya Learissa Kayeli. Walaupun dia merasa kelelahan dan keram pada perutnya, sang buaya tetap fokus pada tujuannya. Pada hari keempat, keduanya merasa sangat lelah. Pertarungan untuk sementara waktu dihentikan. Meskipun demikian, keduanya masih tetap dalam keadaan siaga. Ketika Buaya Learissa Kayeli sedang mengumpulkan tenaga, tiba-tiba ular menyerang. Namun, Buaya Learissa Kayeli mundur dan mengumpulkan semua kekuatan yang tersisa. Kemudian, dia mengangkat ekornya lalu memukul kepala ular dengan sekuat-kuatnya hingga seketika sang ular tak sadarkan diri. “Hai kalian berdua, inilah saatnya!” teriak Buaya Learissa Kayeli kepada ketua buaya Pulau Seram dan temannya yang menunggu di tepi pantai. “Baiklah! Menyingkirlah kau ke tepi pantai, biar kami yang menyelesaikannya!” jawab ketua buaya Pulau Seram. Seketika ketua buaya Pulau Seram dan temannya terjun ke dalam laut menuju tubuh si ular besar. Dengan sekuat tenaga mereka langsung mencabik-cabik tubuh si ular hingga tak berbentuk. Darah segar keluar dari tubuh ular besar hingga lautan pun seketika berubah menjadi merah. Melihat ular besar tak bernyawa lagi, ketua buaya Pulau Seram dan temannya langsung menuju ke pinggir pantai memeriksa keadaan Buaya Learissa Kayeli. Di pinggir pantai, sang buaya sedang merebahkan badannya. Sepertinya dia mengalami luka serius di tulang belakangnya. Ketua buaya Pulau Seram dan temannya langsung memapah Buaya Learissa Kayeli menuju tempat berkumpulnya para hewan untuk menyampaikan berita gembira. “Wahai Saudara-Saudaraku, hari ini kehidupan yang aman dan tenteram telah kembali lagi di negeri kita ini. Ular besar yang tinggi hati itu telah berhasil dikalahkan!” Dengan suara yang menggelegar, ketua buaya Pulau Seram mengumumkan kemenangan mereka. “Hore! Hidup Buaya Learissa Kayeli, hidup Buaya Learissa Kayeli, hidup Buaya Learissa Kayeli!” teriak seluruh hewan yang ada di tempat persembunyian. “Hari ini kita semua dapat keluar dari tempat persembunyian ini dan kembali bernapas lega tanpa adanya rasa khawatir. Semua kebahagiaan ini tidak mungkin kita rasakan tanpa adanya takdir dari Yang Mahakuasa yang telah mempertemukan kita dengan Buaya Learissa Kayeli,” jawab ketua buaya Pulau Seram. “Horeeee! Hidup Buaya Learissa Kayeli, hidup Buaya Learissa Kayeli, hidup Buaya Learissa Kayeli!” Ruang persembunyian kembali riuh dengan teriakan dari seluruh hewan yang mengelu-elukan keberhasilan Buaya Learissa Kayeli. Ketua buaya Pulau Seram kemudian mengajak semua hewan yang ada di dalam ruang persembunyian untuk keluar menuju pantai dan menikmati kebebasan yang selama ini mereka idam-idamkan Menyaksikan kebahagiaan yang dirasakan seluruh hewan di Pulau Seram, Buaya Learissa Kayeli seketika merasa kembali prima dan ingin segera kembali ke Desa Haruku. Sejak awal dia memang berencana untuk melahirkan anaknya di Desa haruku. “Wahai Saudaraku, nikmatilah kebahagiaan ini! Hiduplah dengan rukun dan damai. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungimu dan seluruh penghuni Pulau Seram,” bisik Buaya Learissa Kayeli kepada ketua buaya Pulau Seram. “Terima kasih yang terhingga kusampaikan kepadamu, wahai buaya yang baik hati. Tinggallah beberapa hari lagi di sini! Biar kami merawat tubuhmu dahulu, baru kemudian kau kembali ke Haruku,” pinta ketua buaya Pulau Seram. Namun, rasa sakit yang dideritanya membuat Buaya Learissa Kayeli lupa arah jalan menuju Desa Haruku. Dalam keadaan bingung, tiba-tiba ombak besar menghantamnya sehingga membuatnya terdampar di Desa Waii. Masyarakat yang melihat keberadaan buaya ramai-ramai mengepungnya dan berusaha membunuhnya. “Hai, lihat. Ada seekor buaya!” teriak salah seorang penduduk Desa Waii. “Mana? Wah, bentuk badannya aneh sekali. Jangan-jangan buaya itu akan membawa kesialan pada kampung kita. Ayo, kita bunuh saja!” teriak warga lainnya. “Tolong jangan bunuh saya! Saya tak bersalah apa-apa. Saya hanya tersesat dan ingin pulang ke kampung halaman saya di Haruku. Sekarang saya sedang mengandung dan akan melahirkan,” jawab Buaya Learissa Kayeli memohon belas kasihan masyarakat Desa Waii. “Jangan dengar kata-katanya! Ayo, kita bunuh! Hai buaya yang aneh perangainya, apa permintaan terakhirmu?” warga lainnya berteriak sambil mengangkat kayu. “Baiklah, jika itu keinginan kalian. Namun, janganlah kalian memukul tubuh saya. Tusuk saja pusarku ini dengan lidi. Jika anakku lahir, tolong biarkan dia hidup. Dia akan melanjutkan perjalananku kembali ke Desa Haruku,” kata Buaya Learissa Kayeli. Setelah mendengar permintaan terakhir Buaya Learissa Kayeli, masyarakat Desa Waii langsung mengambil lidi dan menusukkannya di pusar sang buaya. Setelah itu, Buaya Learissa Kayeli langsung melahirkan anaknya. Dengan napas terengah-engah karena kelelahan dan linangan air mata kebahagiaan, Buaya Learissa Kayeli sadar bahwa waktunya di dunia ini tak lama lagi. Lalu, dia berpesan kepada anaknya, “Wahai anakku sayang, berbahagialah dalam hidupmu. Jadilah orang yang berbudi baik dan menyayangi sesama. Carilah jalan pulang menuju Desa Haruku. Di sanalah tempat tinggal kita.” PELA ANTARA NEGERI LATUHALAT
Kamu suka membaca cerita dongeng hewan? Sudah pernah membaca cerita Kancil dan Ular yang licik? Kalau belum, tak perlu ragu lagi, langsung saja simak kisahnya di artikel ini. Selain ceritanya, kami juga telah memaparkan unsur intrinsik dan fakta menariknya. Selamat membaca!Kancil merupakan salah satu binatang yang kerap muncul di cerita dongeng anak-anak. Cerita Kancil Mencuri Timun mungkin sudah terdengar familier di telingamu. Kalau ingin kisah yang lain, baca saja cerita Kancil dan Ular yang ini mengisahkan tentang seekor ular yang licik dan tak tahu terima kasih. Singkatnya, ketika tertimpa musibah, ia mendapat pertolongan dari seekor kerbau. Bukannya berterima kasih, ia justru hendak memakan binatang berkaki empat menyebalkan sekali, bukan? Nah, kalau penasaran bagaimana kelanjutan kisahnya. langsung saja simak cerita Kancil dan Ular yang ada di artikel ini. Tak hanya kisahnya saja, unsur intrinsik, pesan moral, dan fakta menariknya juga telah kami rangkum. Selamat membaca! Di sebuah hutan yang rimba, hiduplah seekor ular sanca bernama Lori. Tubuhnya besar dan kuat. Ia suka memangsa sesama hewan yang ada di hutan rimba itu. Makanya, tak ada satu pun binatang yang berani mendekatinya. Suatu hari, Lori sangat kelaparan. Akan tetapi, ia tak kunjung berhasil mendapatkan mangsa. Setiap kali ia datang, semua hewan berlari dengan cepat untuk menghindarinya. Beberapa hari, ia hanya memakan buah beri untuk mengganjal perutnya. “Sungguh membosankan! Aku tak sanggup bila setiap hari hanya memakan buah beri saja. Pokoknya, hari ini aku harus memakan daging. Tapi, bagaimana caranya? Mereka selalu menghindar dariku,” ucap Lori. Saat sedang mencari mangsa, tiba-tiba ada sebatang pohon tumbang yang menimpa tubuhnya. Ia tak sanggup bergerak dan berteriak meminta tolong. “Tolong aku! Siapa pun tolonglah aku,” teriaknya. Ada seekor rusa yang mengetahui Lori sedang terjebak di bawah pohon. Tapi, ia tak ingin menolong ular itu. “Aku tak ingin menolongmu. Kau itu hewan yang jahat. Sudah banyak saudaraku yang kau makan. Lebih baik kau mati saja,” ucap Rusa itu. Lori pun hanya bisa menangis menahan sakit. Lalu, ada seekor ayam datang mendekatinya. “Ayam, tolonglah aku. Batang pohon ini membuatku tak bisa bergerak,” pinta Lori pada sang Ayam. “Emmm, aku sebenarnya ingin menolongmu. Tapi, aku takut kalau kamu nanti akan memakanku,” ucap Ayam. “Tak mungkin aku memakanmu. Tubuhmu kecil, takkan kenyang aku bila memakanmu,” jawab Lori mencoba meyakinkan Ayam. “Maukah kau berjanji tak akan memakanku?” ucap hewan berkaki 2 itu. “Iya, aku janji tak akan memakanmu, Ayam!” jawab Lori. . Baca juga Cerita Rakyat Batu Ajuang Batu Peti dan Ulasan Menariknya, Kebohongan yang Membuat Kapal Berubah Menjadi Batu Mencari Pertolongan Namun, Ayam ternyata tak kuat mengangkat pohon yang menimpa ular itu. Tubuhnya terlalu kecil, sedangkan pohon itu sangatlah besar. “Tampaknya aku tak bisa membantumu, Lori. Aku tak kuat mengangkat pohon ini,” ucap Ayam. “Bagaimana kalau kau memanggil hewan-hewan yang badannya lebih besar? Mintalah mereka untuk menolongku,” ucap Lori. Karena berhati baik, Ayam pun menuruti perkataan Lori. Ia lalu mencari hewan lainnya untuk menolong ular yang terjebak itu. Namun, beberapa hewan menolak untuk memberi pertolongan. Mereka justru merasa senang bila hewan melata itu mati tertindih pohon. Lalu, Ayam meminta bantuan pada Kijang. Awalnya Kijang menolak. Tapi, setelah Ayam mengatakan kalau Lori berjanji tak akan memakan mereka, barulah Kijang mau menolong Lori. Sesampainya di tempat ular itu, Kijang dan Ayam terkejut melihat Lori yang terkapar lemas. Mereka berdua lalu mencoba sekuat tenaga untuk mengangkat pohon itu. Setelah berhasil, Lori dengan sigap langsung memakan Ayam. Kijang pun terkejut, “Bukankah kau sudah berjanji, tidak akan memakan kami? Inikah balasan atas bantuan yang kami berikan?”. Tanpa basa-basi, Lori langsung melilit kaki Kijang. “Maafkan aku, ya, Kijang. Pasalnya aku kelaparan. Sudah berhari-hari aku tak makan daging segar. Namun, memakan Ayam saja tak akan membuatku kenyang. Maka dari itu, aku akan memakanmu,” ucap sang ular licik. Dengan keji ia melahap habis kedua hewan yang telah menolongnya itu. Tak ada satu pun binatang yang mengetahui perbuatan liciknya tersebut. Ular pun merasa bahagia karena perutnya sudah kenyang. Mengelabuhi Para Hewan Rasa kenyang tentu tak bertahan lama. Keesokan harinya, Lori kembali merasa lapar. Ia tak mau lagi memakan beri. Untuk itu, ia mencoba mencari cara agar bisa memangsa hewan. “Apa yang harus aku lakukan agar bisa memangsa daging segar?” ucapnya dalam hati. Setelah sekian lama berpikir, akhirnya ia menemukan sebuah solusi yang licik. Ia hendak berpura-pura tertindih sebuah batu. Setelah ada yang mendekat untuk memberi pertolongan, ia akan segera menyantapnya. Ternyata, cara itu cukup berhasil. Ia pun mendapatkan mangsa seekor keledai, sapi, dan kambing. Ia sama sekali tak merasa bersalah telah berbohong pada beberapa hewan. Dalam hidupnya, yang terpenting adalah perut kenyang. Pada suatu pagi, ia kembali berpura-pura tertindih sebuah batu. Lalu, ia berteriak meminta tolong. “Tolong aku! Siapa pun tolong aku!” teriaknya. Lalu, ada seekor kerbau datang mendekatinya. Namun, ia tak langsung menolong. Ia bingung, haruskah menolong hewan itu atau tidak. Pasalnya, ia takut bila sang ular akan memakannya. Seperti biasa, Lori berjanji tak akan memakan siapa pun yang menolongnya. Pada akhirnya, Kerbau pun menolong sang ular. Saat hendak melilit kakinya, si Kerbau dengan cepat menendang ular itu. Ia lalu berkata,”Katamu kau tak akan memakanku. Dasar kau pembohong!” ucapnya sambil berlari meninggalkan ular. Namun, dengan cepat Lori menyabet kaki Kerbau dan melilitnya. Kerbau pun teriak meminta tolong. “Salah siapa menolongku. Sekarang kau harus menolongku lagi. Perutku kelaparan, aku butuh makan,” ucap Lori. Tubuh kerbau lalu terdiam dan tak melawan. Hanya mulutnya saja yang terus berteriak minta tolong. Sebab, semakin ia bergerak semakin kencang pula lilitan sang ular. Beruntung, ada seekor kancil mendengar permintaan tolong Kerbau. Kancil yang Cerdik “Hai, Lori! Kenapa kau melilit kerbau kurus ini! Kau tak akan kenyang memakannya,” kata si Kancil. “Tak masalah, yang penting aku bisa makan daging segar!” ucap Lori. Lalu, Kerbau meminta tolong pada Kancil, “Tolong aku, Cil! Hewan licik ini menjebakku. Dia tadi terlihat kesakitan tertindih batu. Usai aku menolongnya, dia malah menerkamku,” ucap Kerbau merintih kesakitan. “Hahahahaha,” Kancil malah tertawa. Gelak tawanya itu membuat Lori keheranan. “Kenapa kau malah tertawa? Apanya yang lucu?” tanyanya penasaran. “Kau bodoh sekali Lori! Kau rela pura-pura tertindih hanya untuk memakan Kerbau kurus ini? Bagaimana kalau kau tertindih lagi? Lalu, akan aku ajak Kerbau yang lebih gemuk untuk menolongmu. Tentu saja kamu akan semakin kenyang. Benar begitu, kan?” ucap Kancil. Lori tertarik dengan penawaran yang Kancil berikan. Ia ingin sekali memakan Kerbau yang gemuk. Tanpa pikir panjang, ia menyetujui ide dari Kancil. “Baiklah, aku akan melepaskan Kerbau kurus ini. Segera bawakan aku hewan yang lebih gemuk,” pinta Lori. “Tentu saja aku akan membawakanmu kerbau gemuk. Tapi, kau harus tertindih batu yang besar dulu. Semakin besar batunya, semakin sulit Kerbau besar itu menyelamatkanmu. Lalu, saat ia kesusahan mengangkat batu, bersiaplah untuk melilit kakinya,” ucap Kancil. “Hmm, aku suka idemu, Cil. Sekarang, tindihlah aku menggunakan batu besar itu!” pinta Lori. “Siap, Lor! Bersiaplah, aku akan menimpamu dengan batu-batu besar,” ucap Kancil. Setelah Lori tak bisa bergerak, Kancil lalu meninggalkannya. “Lori, aku akan mencari kerbau gemuk dulu, ya! Kau berdiamlah di sini!” ucap hewan cerdik itu. Ular itu menuruti perkataan Kancil. Ia menunggu dengan semangat seekor kerbau gemuk yang akan menjadi santapannya. Setelah menunggu sekian lama, Lori mulai tak kuat menahan batu-batu itu. “Ke mana perginya Kancil? Kenapa ia tak kunjung kembali?” batin Lori. Berhasil Mengelabuhi Ular Selama berjam-jam menanti Kancil, ia mulai sesak napas. Di saat tubuhnya makin lemah, datanglah Kancil seorang diri. “Akhirnya kau datang juga, Cil! Tapi, kenapa kau sendirian? Di mana Kerbau besar yang kau janjikan?” tanya Lori. “Kau percaya padaku, Lor? Haha. Betapa bodohnya dirimu. Kau bahkan telah menipu beberapa hewan malang, tapi sekarang kamu malah dengan mudahnya kutipu,” ucap Kancil sambil tertawa. “Kurang ajar, kau Cil! Awas saja. Jika berhasil lepas dari batu ini, aku akan memakanmu!” ancam Lori. “Coba saja kalau berhasil! Kau tak akan kuat membebaskan diri dari batu ini. Hahahaha,” ucap Kancil seraya pergi meninggalkan ular itu. Benar saja, Lori tak sanggup lepas dari batu besar itu. Pada akhirnya, ular itu pun mati tertindih batu. Para hewan pun kini hidup dengan tenang dan berbahagia. Mereka berterima kasih pada Kancil yang cerdik itu. Baca juga Dongeng Mentiko Betuah dari Aceh, Mustika Berharga Berkat Kebaikan Hati beserta Ulasan Menariknya Unsur Intrinsik Kamu suka dengan cerita Kancil dan Ular yang licik ini, bukan? Apakah kamu penasaran dengan unsur intrinsik, seperti tema, tokoh dan perwatakan, latar, alur cerita, serta pesan moralnya? Jika iya, berikut ulasan singkatnya; 1. Tema Inti cerita atau tema dongeng Kancil dan Ular ini adalah tentang sifat licik dan tak tahu terima kasih. Selain itu, dongeng ini juga menceritakan tentang ketulusan hati seseorang yang dibalas dengan pengkhianatan. 2. Tokoh dan Perwatakan Sesuai judulnya, ada dua tokoh utama dalam cerita ini, yaitu Kancil dan Ular Lori. Kancil merupakan tokoh protagonis yang cerdas dan suka menolong. Sementara itu, Lori adalah tokoh antagonis yang licik tapi tak cukup pintar. Cerita Kancil dan Ular ini juga memiliki beberapa tokoh pendukung yang turut mewarnai cerita. Mereka adalah Ayam, Rusa, Kijang, dan Kerbau. Rusa merupakan sosok yang tak ingin membantu Lori saat butuh pertolongan. Sebab, ia takut ular itu akan memakannya. Ayam, Kijang, dan Kerbau adalah tiga hewan baik hati yang menolong Lori. Meski pada akhirnya, Kijang dan Ayam menjadi santapan Lori yang licik dan tak tahu balas budi. 3. Latar Cerita ini tak menggunakan banyak latar tempat, hanya di sebuah hutan rimba. Karena bukan cerita rakyat atau sebuah legenda, tak diketahui secara jelas lokasi hutan rimba ini berada. 4. Alur Cerita Kancil dan Ular Kamu tentu bisa menebak alur cerita dongeng ini, bukan? Cerita Kancil dan Ular ini menggunakan alur maju. Cerita berawal dari seekor ular bernama Lori yang tengah kelaparan. Saat sedang mencari mangsa, ia tertindih pohon yang tumbang. Setelah itu, ia berteriak meminta tolong. Namun, tak ada satu pun binatang yang mau menolongnya. Mereka takut bila Lori akan memakan mereka setelah terbebas dari pohon yang menimpanya. Setelah menunggu sekian lama, akhirnya ada seekor ayam yang menolongnya. Karena tak kuat menyingkirkan batu itu, ia lalu pergi meminta bantuan. Dengan bantuan Kijang, Lori berhasil terselematkan. Namun sayangnya, ia malah memangsa Kijang dan Ayam. Merasa mudah mendapatkan mangsa saat dalam kondisi genting, Lori lalu pura-pura terjebak di bawah batu. Untungnya, kelicikannya itu mampu terpatahkan oleh kecerdasan Kancil. 5. Pesan Moral Biasanya, dongeng memiliki beragam pesan moral yang dapat kamu bacakan pada anak atau saudaramu yang masih kecil. Ada pun pesan moral yang terkandung dalam cerita ini adalah jangan berbuat licik. Jangan memanfaatkan kebaikan hati seseorang untuk kepentinganmu sendiri. Selain itu, belajarlah untuk membalas kebaikan seseorang. Jika ada yang menolongmu, cobalah untuk membalas kebaikan hatinya. Jangan malah membalasnya dengan kejahatan. Orang yang berhati licik atau jahat akan mendapatkan balasan yang setimpal. Tak hanya unsur-unsur intrinsiknya, jangan lupakan juga unsur ekstrinsik yang membangun cerita Kancil dan Ular ini. Unsur ekstrinsik biasanya berhubungan dengan latar belakang penulis, masyarakat, dan nilai-nilai yang dipegang teguh. Baca juga Cerita Si Kancil, Kerbau, dan Buaya Beserta Ulasan Menariknya untuk Mengingatkan Pentingnya Balas Budi Fakta Menarik Tak banyak fakta menarik dalam cerita ini. Hanya ada satu fakta yang wajib kamu baca. Apakah fakta menarik tersebut? Kalau penasaran, langsung saja simak ulasan singkatnya di bawah ini; 1. Memiliki Beragam Versi Cerita Cerita Kancil dan Ular yang licik ini memiliki beberapa versi cerita. Ada dongeng yang mengisahkan bila Ular tak langsung mati setelah tertipu oleh rencana Kancil. Ular justru berhasil melilit kaki sang kancil itu dan hendak memakannya. Namun, Kancil berhasil meloloskan diri dengan cara menggigit ekor sang ular. Setelah berhasil meloloskan diri dari hewan licik itu, Kancil mengatur strategi untuk menjebak Ular. Dengan bantuan hewan-hewan lainnya, Kancil mengatur rencana untuk menjebak ular. Mereka membuat sang ular bertarung dengan harimau yang sangat hebat. Pada akhirnya, Harimau mampu mengalahkan Ular. Baca juga Kisah Nenek Pakande dan Ulasannya, Legenda Wanita Tua Pemakan Manusia dari Sulawesi Selatan Bagikan Cerita Kancil dan Ular Pada Si Kecil Itulah tadi cerita singkat Kancil dan Ular beserta unsur intrinsik serta fakta menariknya. Kamu menyukai ceritanya? Jika suka, saatnya membagikan kisah ini pada saudaramu yang masih kecil atau mungkin anakmu. Ceritakan juga pesan moral yang terkandung di dalamnya. Apabila kamu masih butuh cerita dongeng yang lainnya, tak perlu ke mana-mana lagi, langsung saja cek kanal Ruang Pena di Selain cerita ini, ada pula dongeng tentang Buaya yang Serakah, Semut dan Merak, atau Ulat yang Sombong. Tak hanya dongeng, di sini juga ada beberapa cerita rakyat atau legenda yang bisa kamu simak. Selamat membaca! PenulisRinta NarizaRinta Nariza, lulusan Universitas Kristen Satya Wacana jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, tapi kurang berbakat menjadi seorang guru. Baginya, menulis bukan sekadar hobi tapi upaya untuk melawan lupa. Penikmat film horor dan drama Asia, serta suka mengaitkan sifat orang dengan zodiaknya. EditorKhonita FitriSeorang penulis dan editor lulusan Universitas Diponegoro jurusan Bahasa Inggris. Passion terbesarnya adalah mempelajari berbagai bahasa asing. Selain bahasa, ambivert yang memiliki prinsip hidup "When there is a will, there's a way" untuk menikmati "hidangan" yang disuguhkan kehidupan ini juga menyukai musik instrumental, buku, genre thriller, dan misteri.
cerita ular dan buaya